Archive

Author Archive

Wasiat Rasululloh Saw kepada abu Dzar

May 21, 2008 Leave a comment

Abu Dzar Al-Ghifari berkata: pada suatu hari aku datang kepada
Rasulullah saw, saat itu beliau berada di masjidnya dan tidak ada
seorang pun di dalamnya kecuali Rasulullah saw dan Ali (sa) berada di
sampingnya. Dalam suasana yang sunyi di dalam masjid aku berkata
kepada beliau: Ya Rasulallah, demi ayahku dan ibuku, berilah aku suatu
wasiat yang dengannya Allah memberi manfaat padaku.

Rasulullah saw bersabda: “Baiklah Abu Dzar, aku memuliakanmu, karena
kamu termasuk golongan kami Ahlul bait. Aku wasiatkan padamu suatu
wasiat, maka jagalah wasiat ini. Karena wasiat ini meliputi kebaikan
dan jalan-jalannya. Jika kamu menjaganya, maka dengannya kamu akan
seperti fulan.

Wahai Abu Dzar, sembahlah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika
kamu tidak mampu melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. Ketahuilah!
Sesungguhnya awal ibadah kepada Allah adalah pengenalan terhadap-Nya,
Dialah Yang Awal sebelum segala sesuatu, sehingga tidak ada sesuatu
sebelum-Nya. Keesaan-Nya tidak ada yang kedua bagi-Nya; keabadian-Nya
tak berakhir; Dialah Pencipta langit dan bumi, dan segala isinya serta
yang ada di antara keduanya. Dia Maha Lembut dan Maha Mengetahui; Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Kemudian beriman padaku, mengakui bahwa Allah swt telah mengutusku
bagi seluruh manusia, untuk menyampaikan berita bahagia dan berita
yang menakutkan, mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, menjadi pelita
dan cahaya yang menerangi.

Selanjutnya, mencintai Ahlul baitku yaitu mereka yang telah dijaga
oleh Allah dari segala noda dan disucikan dengan sesuci-sucinya.

Ketahuilah wahai Abu Dzar: Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah
menjadikan Ahlul baitku bagi umatku seperti bahtera Nuh, orang yang
menaikinya akan selamat dan orang yang membencinya akan tenggelam.
Ahlul baitku juga seperti pintu hiththah Bani Israil, orang yang
memasuki akan aman.

Wahai Abu Dzar, jagalah wasiatku ini maka kamu akan bahagia di dunia
dan akhirat.
Wahai Abu Dzar, ada dua kenikmatan yang diingin oleh umumnya manusia:
kesehatan dan kekosongan hati (tidak terbebani oleh urusan dunia).

Wahai Abu Dzar, manfaatkan dengan sungguh-sungguh tentang lima hal
sebelum (datang) lima hal: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum
sakitmu, kekayaanmu sebelum kefakiranmu, kekosonganmu sebelum
kesibukanmu, hidupmu sebelum matimu.

Wahai Abu Dzar, janganlah menunda amalmu hari ini karena kamu tidak
tahu hari esok. Jika kamu masih ada pada hari esoknya, maka jadikan
hari esok seperti hari ini. Jika kamu tidak ada hari esok, maka kamu
tidak akan menyesali apa yang kamu lalui hari ini.

Wahai Abu Dzar, betapa banyak masa depan yang tak tersempurnakan, dan
menunggu hari esok yang tak dapat menyampaikan.

Wahai Abu Dzar, sekiranya kamu melihat ajalmu dan perjalanannya
niscaya kamu akan marah pada angan-angan dan tipudayanya.

Wahai Abu Dzar, jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang
yang melintasi jalan. Hitunglah dirimu bagian dari penghuni kubur.

Wahai Abu Dzar, jika kamu berada di pagi hari maka jangan jadikan
dirimu sore hari, jika kamu berada di sore hari maka jangan jadikan
dirimu pagi hari. Manfaatkan sehatmu sebelum datang sakitmu, hidupmu
sebelum matimu, karena kamu tidak tahu apa namamu esok hari.

Wahai Abu Dzar, waspadai kejatuhanmu diketahui saat ketergelinciranmu,
sehingga itu tak dapat dikatakan tergelincir. Kamu tak akan dapat
kembali. Tak akan terpunji oleh orang sesudahmu apa yang kamu
tinggalkan. Dan tak dapat beralasan pada orang sebelummu dengan
kesibukan. (Makarimul Akhlaq, Syeikh Ath-Thabrasi: 459)

Categories: Muslim things

Jebakan syetan kepada Muslim dalam sholat

May 15, 2008 Leave a comment

Disarikan dari (potongan) . riwayat dari Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas
r.a,

Iblis berkata kepada Nabi Muhammad SAW:

“……….. Wahai Muhammad, sesungguhnya diantara umatmu ada yang
mengakhirkan shalat barang satu dua jam. Setiap kali mau shalat, aku temani
dia dan aku goda dia. Kemudian aku katakan kepadanya:” Masih ada waktu,
sementara engkau sibuk”. Sehingga dia mengakhirkan shalatnya dan
mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan memukul wajahnya. Jika ia
menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang membuatnya lupa waktu
shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia sampai ketika mengerjakan
shalat aku katakan kepadanya,’ Lihatlah kiri-kanan’, lalu ia menengok. Saat
itu aku usap wajahnya dengan tanganku dan aku cium antara kedua matanya dan
aku katakan kepadanya,’ Aku telah menyuruh apa yang tidak baik selamanya’.
Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh dalam
shalatnya, Allah akan memukul wajahnya.

Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian, aku
perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia ‘mencucuk’ shalat seperti ayam
mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa.

Jika ia menang atasku, maka ketika shalat berjamaah aku cambuk dia dengan
‘lijam’ [cambuk] lalu aku angkat kepalanya sebelum imam mengangkat
kepalanya. Aku letakkan ia hingga mendahului imam. Kamu tahu bahwa siapa
yang melakukan itu, batal-lah shalatnya dan Allah akan mengganti kepalanya
dengan kepala keledai pada hari kiyamat nanti.

Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan
jari-jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat.
Jika ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia tidak
menaruh tangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya dan dengan
begitu ia bertambah rakus di dunia dan cinta dunia. Dia menjadi pendengar
kami yang setia…….”

Wallahúa’lam bisshowwab

Categories: Muslim things

Audio dan ebook Islam

May 14, 2008 Leave a comment

Media untuk mempelajari Islam sangat banyak. Salah satunya adalah lewat dunia maya. Rekan-rekan Indonesia di Qatar membuat website yang memuat beberapa tulisan dari ulama terkemuka. Juga memuat audio dari beberapa kajian / pengajian di Qatar di bawah bimbingan ustadz-ustadz dari Indonesia yang sedang berada di Qatar.

Selengkapnya bisa dilihat di http://assunnah-qatar.com

Semoga bermanfaat

Categories: Muslim things

Meremehkan Sholat

May 14, 2008 Leave a comment

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (www.almanhaj.or.id)

 

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Banyak di antara orang-orang sekarang yang meremehkan shalat, bahkan sebagian mereka ada yang meninggalkan semuanya, bagaimana hukum mereka ? Dan apa yang diwajiban kepada setiap Muslim berkaitan dengan mereka, terutama kerabatnya, seperti ; orang tua, anak, isteri dan sebagainya ?

Jawaban.
Meremehkan shalat termasuk kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali” [An-Nisa : 142]

Dalam ayat lain Allah berfirman.

“Artinya : Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” [At-Taubah : 54]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafik daripada shalat Shubuh dan shalat Isya, dan seandainya mereka mengetahui apa yang terkandung pada keduanya, tentulah mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak” [Disepakati keshahihannya : Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 657, Muslim, kitab Al-Masajid 252-651]

Maka yang wajib atas setiap Muslim dan Muslimah adalah memelihara shalat yang lima pada waktunya, melaksanakannya dengan thuma’ninah, konsentrasi dan khusyu serta menghadirkan hati, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya” [Al-Mukminun: 1-2]

Dan berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memerintahkan kepada orang yang buruk dalam melakukan shalatnya karena tidak thuma’ninah agar mengulangi shalatnya. Dan kepada kaum laki-laki, hendaknya mereka memelihara shalat-shalat tersebut dengan berjama’ah di rumah-rumah Allah, yakni di masjid-masjid, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur” [Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, kitab Al-Masajid 793, Ad-Daru Quthni 1/420, 421, Ibnu Hibban 2064, Al-Hakim 1/246 dengan isnad shahih]

Pernah dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Apa yang dimaksud dengan udzur itu ?” ia menjawab, “Takut atau sakit”. Dalam Shahih Muslim, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau didatangi oleh seorang laki-laki buta, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumahku ?” kemudian beliau bertanya,

“Artinya : Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat ?” ia menjawab, “Ya”, beliau berkata lagi, “Kalau begitu penuhilah” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Masajid 653]

Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api tersebut” [Al-Bukhari, kitab Al-Khusumat 2420, Muslim, kitab Al-Masajid 651]

Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa shalat jama’ah termasuk kewajiban kaum laki-laki dan merupakan kewajiban yang paling utama, dan bahwa yang menyelisihinya berhak mendapatkan siksaan yang menyakitkan.

Kita memohon kepada Allah, semoga memperbaiki kondisi seluruh kaum Muslimin dan memberi mereka petunjuk kepada jalan yang diridhaiNya.

Adapun meninggalkan shalat seluruhnya –ataupun hanya sebagian waktunya- maka ini adalah kekufuran yang besar walaupun tidak mengingkari kewajibannya, demikian menurut pendapat yang paling kuat diantara dia pendapat ulama, baik yang meninggalkan shalat itu laki-laki maupun perempuan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat” [Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab Al-Iman 82]

Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir” [Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 5/346 dan para penyusun kitab sunan dengan isnad shahih : At-Turmudzi 2621, An-Nasa’i 1/232, Ibnu Majah 1079]

Jadi berdasarkan hadits-hadits lainnya yang berkenaan dengan masalah ini.

Sedangkan orang yang mengingkari kewajibannya –baik laki-laki maupun perempuan- maka pengingkarannya itu telah menjadikannya kafir dengan kekufuran yang besar berdasarkan kesepakatan ahlul ilmi, bahkan sekalipun ia melaksanakan shalat. Kita memohon kepada Allah untuk kita dan semua kaum Muslimin agar senantiasa dibebaskan dari yang demikian, sesungguhnya Dia sebaik-baik tempat meminta.

Wajib bagi semua kaum Muslimin untuk saling menasehati dan saling berwasiat dengan kebenaran serta saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, di antaranya adalah dengan menasehati orang yang meninggalkan shalat jama’ah atau meremehkannya sehingga terkadang meninggalkannya, juga memperingatkannya akan kemurkaan dan siksaan Allah.

Lain dari itu, hendaknya sang ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang se-rumah, agar senantiasa menasehatinya, dan terus menerus mengingatkannya, mudah-mudahan Allah memberinya petunjuk sehingga ia menjadi lurus. Demikian juga perempuan yang meninggalkannya, mereka harus dinasehati dan diperingatkan akan murka dan siksa Allah, serta terus menerus diperingatkan.

Selanjutnya, perlu mengambil tindakan dengan mengasingkan orang yang enggan dan memperlakukannya dengan cara yang sesuai dengan kemampuan dalam masalah ini, karena hal ini semua termasuk dalam katagori tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, serta amar ma’ruf dan nahyi mungkar yang telah diwajibkan Allah kepada para hamba-Nya baik yang laki-laki maupun yang perempuan, berdasarkan firmanNya.

“Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 71]

Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak melaksanakannya) saat mereka telah berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka” [Hadits Riwayat Abu Dawud, kitab Ash-Shalah 495-496]

Dari hadits ini dapat disimpulkan, bahwa anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, diperintahkan untuk shalat sejak berusia tujuh tahun, kemudian jika telah mencapai usia sepuluh tahun dan belum juga mau melaksanakannya maka mereka harus dipukul. Maka orang yang sudah baligh tentu lebih wajib lagi untuk diperintah shalat dan dipukul jika tidak melaksanakannya yang disertai dengan nasehat yang terus menerus serta wasiat dengan kebaikan dan kesabaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” [Al-Ash : 1-3]

Barangsiapa yang meninggalkan shalat setelah usia baligh dan enggan menerima nasehat, maka perkaranya bisa diadukan kepada mahkamah syari’ah sehingga ia diminta untuk bertaubat, jika tidak mau bertaubat maka dibunuh. Kita memohon kepada Allah agar memperbaiki kondisi kaum Muslimin dan menganugerahi mereka kefahaman tentang agama serta menunjukkan mereka untuk senantiasa saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, amar ma’ruf dan nahyi mungkar, serta saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran, sesungguhnya Dia Maha Baik lagi Maha Mulia.

[Fatawa Muhimmah Tata’allaqu Bish Shalah, hal.21-27, Syaikh Ibnu Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 196-199 Darul Haq]

Categories: Muslim things

Mulailah Memberi

May 13, 2008 Leave a comment

Seorang wanita cantik, kaya, dan hidup nyaris sempurna secara ekonomi dan fisik, merasa ada yang kurang dalam dirinya. Suatu hari, ketika tidak tahan dengan impitan kekosongan dalam hidup, dia mendatangi psikiaternya, dan bercerita. Ia ingin merasa bahagia.

Maka si psikiater memanggil seorang wanita tua penyapu lantai dan berkata kepada si wanita kaya, “Saya akan menyuruh Rabi’ah di sini untuk menceritakan kepada Anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin Anda mendengarnya.”

Si wanita tua meletakkan gagang sapunya dan duduk di kursi dan menceritakan kisahnya: “OK, suamiku meninggal akibat malaria dan tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas akibat kecelakaan. Aku tidak punya siapa-siapa. Aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku tidak pernah tersenyum kepada siapa pun, bahkan aku berpikir untuk mengakhiri hidupku. Sampai suatu sore seekor anak kucing mengikutiku pulang. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya.

Cuaca dingin di luar, jadi aku memutuskan membiarkan anak kucing itu masuk ke rumah. Aku memberikannya susu dan dia minum sampai habis. Lalu si anak kucing itu bermanja-manja di kakiku dan, untuk pertama kalinya aku tersenyum.

Sesaat kemudian aku berpikir, jikalau membantu seekor anak kucing saja bisa membuat aku tersenyum, maka mungkin melakukan sesuatu bagi orang lain akan membuatku bahagia. Maka di kemudian hari aku membawa beberapa biskuit untuk diberikan kepada tetangga yang terbaring sakit di tempat tidur. Tiap hari aku mencoba melakukan sesuatu yang baik kepada setiap orang. Hal itu membuat aku bahagia tatkala melihat orang lain bahagia. Hari ini, aku tak tahu apa ada orang yang bisa tidur dan makan lebih baik dariku. Aku telah menemukan kebahagiaan dengan memberi.”

Ketika si wanita kaya mendengarkan hal itu, menangislah dia. Dia memiliki segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang namun dia kehilangan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Temans, mulailah memberi kebahagiaan kepada orang lain sekecil apapun itu, rasakan keajaiban sensasi kebahagiaan yang akan timbul di hati anda

 

Categories: Muslim things

Menunda Kebaikan

May 12, 2008 Leave a comment

Abu al-Jald pernah berkata, “Menunda-nunda perbuatan baik adalah salah satu tentara diantara bala tentara Iblis yang telah berhasil membinasakan orang banyak.”

Categories: Muslim things

7 indikator kebahagiaan dunia

May 10, 2008 Leave a comment

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

 

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi’in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.

 

Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :
Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

 

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
“Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”.

Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur !

 

Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan.

Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh.

Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya.

Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

 

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet.

Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu :

” Kenapa pundakmu itu ? ” Jawab anak muda itu :

” Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia.

Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya “.

Lalu anak muda itu bertanya: ” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ? ”

Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: “Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu”.

 

Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah.

Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

 

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita.

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya.

Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyin ari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

 

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.

Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan.

” Kamu berdoa sudah bagus “, kata Nabi SAW,

” Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan “.

Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah.

 

Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya.

Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

 

Keenam, Tafakuh fidien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng “hidup” kan hatinya,

hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman.

Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

 

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah.

Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka h ari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome).

Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya.

 

Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya.

Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih.

Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah.

 

Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

 

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ?

Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa, yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW.

 

Dimana baris pertama doa tersebut

” Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw ”

(yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia “),

 

Mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

 

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu :

” wa fil aakhirati hasanaw ”

(yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah.

 

Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil d ari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga.

Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

 

Kata Rasulullah, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”.

 

Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”.

Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab :

” Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata “.

 

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah.

Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

Categories: Muslim things Tags: